Tiga Alternatif Kebijakan Pemerintah untuk Atasi Kelangkaan Minyak Goreng

    Tiga Alternatif Kebijakan Pemerintah untuk Atasi Kelangkaan Minyak Goreng

    SURABAYA – Pakar ekonomi Universitas Airlangga (UNAIR) Rossanto Dwi Handoyo SE MSi PhD menanggapi kelangkaan minyak goreng di pasar dalam negeri. Menurutnya, pasokan minyak goreng di pasar dalam negeri semakin lama semakin berkurang. Sehingga pemerintah perlu melakukan upaya untuk meningkatkan produktivitas dari produksi minyak goreng.

    Menurutnya, kelangkaan tersebut harus menjadi perhatian bersama. Sebelumnya minyak goreng di dalam negeri sempat mengalami over-supply sehingga pemerintah menerapkan kebijakan terkait Program Biodiesel 30 Persen (B30). Namun baru-baru ini, pasokan minyak goreng di pasar dalam negeri justru mengalami penurunan.

    Rossanto menjelaskan setidaknya ada tiga hal yang harus diupayakan oleh pemerintah. Dengan penerapan tiga hal tersebut, diharapkan kelangkaan minyak goreng dalam negeri bisa teratasi.

    1. Menaikkan Pajak Ekspor Minyak Goreng

    Harga minyak goreng dunia mengalami kenaikan dari yang awalnya di harga $1100 menjadi $1340. Untuk itu, pemerintah perlu menyeimbangkan kebutuhan dalam negeri dan luar negeri.

    Harga minyak luar negeri saat ini memang cukup menjanjikan. Namun apabila dirasa kurang efektif dalam mendorong kebutuhan pasar dalam negeri, pemerintah dapat menerapkan pajak ekspor minyak goreng menjadi lebih tinggi.

    “Dengan begitu pemerintah dapat memastikan pasokan minyak goreng dalam negeri tercukupi, ” jelasnya.

    Kebijakan perdagangan juga bisa dilakukan pemerintah dengan menaikturunkan kebijakan ekspor. Apabila kebutuhan dalam negeri masih kurang, maka pemerintah bisa menaikkan pajak ekspor sehingga mengurangi motivasi produsen domestik untuk mengekspor minyak ke luar negeri karena pajak tinggi.

    Sebaliknya, jika kebutuhan dalam negeri sudah terpenuhi, pemerintah bisa menurunkan pajak ekspor. Hal tersebut akan mendorong produsen melakukan ekspor ke luar negeri sehingga tidak ada yang menumpuk di gudang.

    “Semua CPO (Crude Palm Oil, Red) yang diproduksi juga bisa terjual, baik di dalam atau luar negeri, ” paparnya.

    2. Relaksasi Kebijakan Biodiesel 30 Persen

    (B30) Kedua, menurut Rossanto, pemerintah dapat melakukan relaksasi atau pengenduran kewajiban produsen untuk memenuhi kebutuhan biodiesel 30 persen. Persentase biodiesel bisa dikurangi menjadi 20 persen selama masa gejolak kelangkaan minyak goreng terjadi. “Jika dirasa masih cukup tinggi, bisa diturunkan lagi sampai 15 persen, ” tambahnya.

    3. Melakukan Operasi Pasar

    Dalam jangka pendek, pemerintah bisa melakukan operasi pasar. Misalnya dengan melacak dari produsen harus memiliki kewajiban untuk mensuplai kebutuhan dalam negeri terlebih dahulu sebelum memenuhi kebutuhan ekspor. Pemerintah harus memastikan pasokan minyak goreng dalam negeri terpenuhi dengan harga yang wajar dan terjangkau oleh masyarakat.

    “Misalnya dengan menerapkan kebijakan 20-30 persen dari produksi harus dipasarkan di dalam negeri, ” imbuhnya.

    Efektivitas kebijakan-kebijakan tersebut lebih terasa jika intervensi di sektor hulu lebih diutamakan daripada di sektor hilir. Operasi pasar terbuka yang dilakukan pemerintah di sektor hilir dengan menjual minyak goreng dengan harga murah, dinilai kurang efektif.

    “Selama pasokan minyak goreng di pasar dalam negeri masih kurang, hal itu akan terjadi kelangkaan dan harganya akan naik, ” jelasnya. (*)

    SURABAYA
    Achmad Sarjono

    Achmad Sarjono

    Artikel Sebelumnya

    Cegah Penyebaran Covid-19, ITS Terus Lakukan...

    Artikel Berikutnya

    KAI Daop VII Madiun Bersama Komunitas Rail...

    Berita terkait

    Rekomendasi

    Nagari TV, TVnya Nagari!
    Mengenal Lebih Dekat Koperasi
    Peringati Hari Juang TNI AD, Korem 083/Bdj Gelar Ziarah Rombongan di TMP Untung Suropati
    Babinsa Jambearum Koramil 0824/05 Sumberjambe,  Ikut Penyuluhan Kesadaran Masyarakat Akan Kewaspadaan Bencana
    Danrem 082/CPYJ Beri Bantuan Sembako Kepada Warga Dampak Banjir

    Ikuti Kami