SURABAYA — Masa kecil merupakan salah satu fase hidup yang pasti dilewati dan menyisakan makna yang berbeda bagi setiap orang. Periode yang tidak dapat diulang ini perlu diisi dengan berbagai pengalaman positif untuk membentuk pribadi yang berkarakter di masa depan. Namun, sayangnya istilah “Masa kecil kurang bahagia” masih banyak diakui oleh kalangan remaja hingga dewasa. Lantas apa yang bisa kita lakukan untuk mulai memudarkan istilah ini bagi anak-anak di masa depan?
Refleksi ingatan masa kanak-kanak
Baca juga:
STTAL Ciptakan Prototipe Drone Dua Media
|
Beranjak dewasa, banyak hal yang membuat kita sadar dan merefleksikan ingatan masa kanak-kanak kita. Dilansir dari Psychology Today, Inner child merupakan sekumpulan peristiwa masa kecil, baik positif atau negatif yang dapat membentuk kepribadian seseorang. Istilah ini sangat menggambarkan mengapa sangat perlu untuk menyisakan pengalaman yang menarik di periode kanak-kanak.
Annie Wright dalam studinya mengakui bahwa tidak semua pengalaman meninggalkan kesan yang baik atau membahagiakan. Bahkan banyak yang mengalami sebaliknya. Ia kemudian membagikan bahwa mengakui perasaan luka tersebut kepada diri sendiri adalah justru suatu langkah untuk menyembuhkannya.
“Ini tidak seperti sahabatku meninggal. Masa kecil saya memang buruk, tetapi bukan berarti saya harus sedih karenanya. Sangat menyedihkan untuk merasa sedih tentang sesuatu yang tidak dapat saya ubah yang terjadi begitu lama.”– Annie Wright, psikiater di Berkeley, California
Membagikan beberapa studi kasusnya, banyak dari manusia tidak berani mengambil keputusan besar bagi langkah hidupnya, karena bayang-bayang kesedihan di masa kanak-kanak yang teringat jelas atau bahkan masih terperangkap pada sudut pandang anak kecil yang tak berdaya. “Mulailah untuk berdamai dan melangkah dari pikiran-pikiran imajinatif yang membatasimu, ” tulisnya, Sabtu (23/7/2022).
Lantas, apa yang bisa kita lakukan?
Bukan berarti di usia muda, berstatus mahasiswa, tidak ada yang dapat dilakukan untuk membawa anak-anak masa kini mampu terus merefleksikan kenangan indah hingga dewasa. Masih hangatnya ingatan masa kecil yang tersisa idi usia muda dapat direalisasikan dalam melakukan aksi nyata, baik untuk menciptakan memori indah bagi anak-anak bangsa atau menyembuhkan luka di sebagian masyarakat terhadap ingatan masa kecilnya.
Di sini, peran mahasiswa dapat dimulai dari membantu membangun kesadaran anak-anak dan hadir sebagai sahabat bukan pengatur atau istilah lain yang membuat mereka menjauh. Yakni dengan kembali menciptakan ruang dimana mereka dapat merasa aman untuk berteduh di dalamnya.
Sebagai mahasiswa dengan berbagai peluang pengabdian yang bisa didapatkan, masalah ini perlu dijadikan perhatian. Mulai dari pemberian akses yang mudah bagi anak-anak untuk berkreasi hingga membuka ruang konsultasi bagi mereka yang membutuhkan teman untuk berkeluh kesah. Hal-hal ini perlu di konsiderasi menjadi hal penting agar mereka dapat kembali melontarkan, “Masa kecilku bahagia, ” di kemudian hari.
Hari Anak Nasional yang jatuh di tanggal 23 Juli menjadi pecutan tajam bagi seluruh pihak yang masih menganggap remeh perkembangan anak. Bagi para mahasiswa, inilah momentum untuk menunjukkan kontribusi dan menjadi role model bagi anak bangsa, para calon pemimpin. Mari ciptakan lingkungan yang suportif dan ramah bagi anak untuk mengenal dunia dari perspektif yang positif.
“Dia tidak akan pernah bisa kembali dan membuat beberapa detail menjadi cantik. Yang bisa dia lakukan hanyalah bergerak maju dan membuat semuanya indah.”– Terri St. Cloud. (*)
Ditulis oleh: Faadhillah Syhab Azzahra Departemen Statistika Angkatan 2020
Reporter ITS Online